Kali ini ada info wisata budaya berkelas Internasional yang akan diadakan di Sumatera Barat Lho...Yup tepat di sebuah kota yang bertetanggaan dengan Kota Padang yang mana kota ini memiliki pesona wisata pantai yang luar biasa kota ini ialah KotaPariaman.
Kota Pariaman terkenal akan wisata pantai dan bahari nya, selain itu Kota ini juga akrab dipanggil sebagai Kota Tabuik, yang mana Tabuik merupakan permainan anak nagari asli Pariaman, untuk lebih lengkapnya yuk simak pemaran berikut.
Festival Tabuik merupakan salah satu tradisi tahunan di dalam masyarakat
Pariaman. Festival ini telah berlangsung sejak puluhan tahun lalu dan
diperkirakan telah ada sejak abad ke-19 masehi. Perhelatan tabuik
merupakan bagian dari peringatan hari wafatnya cucu Nabi Muhammad SAW,
yaitu Hussein bin Ali yang jatuh pada tanggal 10 Muharram. Sejarah
mencatat, Hussein beserta keluarganya wafat dalam perang di padang
Karbala.
Tabuik sendiri diambil dari bahasa arab 'tabut' yang
bermakna peti kayu. Nama tersebut mengacu pada legenda tentang
kemunculan makhluk berwujud kuda bersayap dan berkepala manusia yang
disebut buraq. Legenda tersebut mengisahkan bahwa setelah wafatnya sang
cucu Nabi, kotak kayu berisi potongan jenazah Hussein diterbangkan ke
langit oleh buraq. Berdasarkan legenda inilah, setiap tahun masyarakat
Pariaman membuat tiruan dari buraq yang sedang mengusung tabut di
punggungnya.
Menurut kisah yang diterima masyarakat secara turun temurun, ritual ini diperkirakan muncul di Pariaman sekitar tahun 1826-1828 Masehi. Tabuik pada masa itu masih kental dengan pengaruh dari timur tengah yang dibawa oleh masyarakat keturunan India penganut Syiah. Pada tahun 1910, muncul kesepakatan antar nagari untuk menyesuaikan perayaan Tabuik dengan adat istiadat Minangkabau, sehingga berkembang menjadi seperti yang ada saat ini. Tabuik terdiri dari dua macam, yaitu Tabuik Pasa dan Tabuik Subarang. Keduanya berasal dari dua wilayah berbeda di Kota Pariaman. Tabuik Pasa (pasar) merupakan wilayah yang berada di sisi selatan dari sungai yang membelah kota tersebut hingga ke tepian Pantai Gandoriah. Wilayah Pasa dianggap sebagai daerah asal muasal tradisi tabuik. Adapun tabuik subarang berasal dari daerah subarang (seberang), yaitu wilayah di sisi utara dari sungai atau daerah yang disebut sebagai Kampung Jawa.
Menurut kisah yang diterima masyarakat secara turun temurun, ritual ini diperkirakan muncul di Pariaman sekitar tahun 1826-1828 Masehi. Tabuik pada masa itu masih kental dengan pengaruh dari timur tengah yang dibawa oleh masyarakat keturunan India penganut Syiah. Pada tahun 1910, muncul kesepakatan antar nagari untuk menyesuaikan perayaan Tabuik dengan adat istiadat Minangkabau, sehingga berkembang menjadi seperti yang ada saat ini. Tabuik terdiri dari dua macam, yaitu Tabuik Pasa dan Tabuik Subarang. Keduanya berasal dari dua wilayah berbeda di Kota Pariaman. Tabuik Pasa (pasar) merupakan wilayah yang berada di sisi selatan dari sungai yang membelah kota tersebut hingga ke tepian Pantai Gandoriah. Wilayah Pasa dianggap sebagai daerah asal muasal tradisi tabuik. Adapun tabuik subarang berasal dari daerah subarang (seberang), yaitu wilayah di sisi utara dari sungai atau daerah yang disebut sebagai Kampung Jawa.
Awalnya,
tabuik memang hanya ada satu, yaitu tabuik pasa. Sekitar tahun 1915,
atas permintaan segolongan masyarakat, dibuat sebuah tabuik yang lain.
Atas kesepakatan para tetua nagari, tabuik ini harus dibuat di daerah
seberang Sungai Pariaman. Karenanya, tabuik yang kedua ini
diberi nama tabuik subarang. Salah satu riwayat sesepuh masyarakat
mencatat kejadian tersebut diperkirakan terjadi tahun 1916, tetapi ada
pula riwayat yang menyebutkan tahun 1930. Pembuatan tabuik subarang
tersebut tetap mengikuti tata cara yang sebelumnya telah berlaku di
wilayah Pasa.
Mulai tahun 1982, perayaan tabuik dijadikan bagian
dari kalender pariwisata Kabupaten Padang Pariaman. Karena itu terjadi
berbagai penyesuaian salah satunya dalam hal waktu pelaksanaan acara
puncak dari rangkaian ritual tabuik ini. Jadi, meskipun prosesi ritual
awal tabuik tetap dimulai pada tanggal 1 Muharram, saat perayaan tahun
baru Islam, tetapi pelaksanaan acara puncak dari tahun ke tahun
berubah-ubah, tidak lagi harus pada tanggal 10 Muharram.
Rangkaian
tradisi tabuik di Pariaman terdiri dari tujuh tahapan ritual tabuik,
yaitu mengambil tanah, menebang batang pisang, mataam, mengarak
jari-jari, mengarak sorban, tabuik naik pangkek, hoyak tabuik, dan
membuang tabuik ke laut. Prosesi mengambil tanah dilaksanakan
pada 1 Muharram. Menebang batang pisang dilaksanakan pada hari ke-5
Muharram. Mataam pada hari ke-7, dilanjutkan dengan mangarak jari-jari
pada malam harinya. Pada keesokan harinya dilangsungkan ritual mangarak
saroban. Pada hari puncak, dilakukan ritual tabuik naik pangkek,
kemudian dilanjutkan dengan hoyak tabuik. Hari puncak ini dahulu jatuh
pada tanggal 10 Muharram, tetapi saat ini setiap tahunnya berubah-ubah
antara 10-15 Muharram, biasanya disesuaikan dengan akhir pekan. Sebagai
ritual penutup, menjelang maghrib tabuik diarak menuju pantai dan
dilarung ke laut.
Setiap tahunnya puncak acara tabuik selalu
disaksikan puluhan ribu pengunjung yang datang dari berbagai pelosok
Sumatera Barat. Tidak hanya masyarakat lokal saja, festival ini pun
mendapat perhatian dari banyak turis asing yang membuatnya menjadi
perhelatan besar yang ditunggu-tunggu setiap tahunnya.
Pantai
Gandoriah yang menjadi titik pusat perhatian seakan menjadi lautan
manusia, di perkirakan hampir setiap tahunnya ratusan ribu pengunjung tumpah ruah khususnya menjelang prosesi tabuik diarak menuju pantai.
Karenanya, jika ada kesempatan, tidak ada salahnya jika festival tabuik
ini menjadi alternatif agenda wisata Anda di tahun ini.
So tunggu apa lagi, ayo ajak sanak family anda untuk menyaksikan festival budaya anak nagari Pariaman, Dijamin MERIAH...